Sabtu, 05 Desember 2009

Teologi Plagiat atau Teologi Kiamat?

Asarpin
Peminat masalah sosial-agama


Dalam dua dekade terakhir, kajian tentang teologi diberbagai media begitu semarak. Begitu banyak varian teologi yang coba digagas, mulai yang abu-abu sampai yang terang-benderang, mulai dari yang malu-malu sampai yang gagah berani, mulai dari “teologi tuhan mati" sampai "teologi harga diri".

Bahkan, ada pula "teologi sepak bola", dalam arti melihat sepak bola dari kacamata teologi. Ada pula teologi permainan, teologi postmodernisme dan masih banyak lagi. Jangan tanya tentang teologi transformatif, teologi pembebasan, teologi pluralis, teologi humanis, teologi liberal, yang memang banyak pengikut di negeri ini.

Kalau dulu hanya orang Kristen yang menyebut istilah teologi, kini hampir semua penulis yang beragama Islam menggunakan istilah teologi. Istilah kalam kalah pamor dan di mana-mana orang menyebut teologi. Dan ini tidaklah salah. Bahkan Muhammad Natsir pernah menyebut istilah gending Islam, Sukidi menggunakan istilah Islam Protestan.

Kendati demikian, tidak ada salahnya jika orang masih berhati-hati dengan kajian teologi, karena tidak semua tulisan berlabel teologi itu bergizi. Ada teologi yang pahit, masam dan pedas. Ada yang bisa bikin kita geleng-geleng kepala karena sedikit-sedikit dihubungkan dengan teologi. Film 2012 yang sedang beredar, juga tidak luput dikaitkan dengan teologi.

Tidak pantas jika orang menulis tentang film 2012 dengan menghubungkannya dengan “teologi kiamat” padahal ia belum menonton film tersebut. Ia mengetahui film itu dari pemberitaan sejumlah media, dan itu tafsir media. Lebih parah lagi, ia mengetahui informasi film itu dari berita selebritis yang menampilkan demam ketakutan mereka terhadap kiamat, lalu ditulislah "teologi kiamat dan fil 2012".

Saya yakin Budiman belum menonton film itu, tapi dengan berani menulis di harian in dengan judul yang sepintas orisinal: “ Teologi kiamat dan Film 2012”. Selama ini saya mengenal Budiman karena tulisan-tulisannya tentang teologi dan kajian tentang pluralism agama terhitung menyegarkan untuk konteks kehidupan bbergama di Lampung yang memang majemuk. Dari segi gagasan, apa yang ditulis Budiman selama ini sudah digarap Th Sumartana, Banawiratma, Gus Dur dan Cak Nur, serta yang lain-lain. Bahkan beberapa kali saya melihat kesamaan gagasan tentang pluralisme agama yang ditulis Budiman dengan pendahulunya.

Tentu saja saya tidak sedang menuduh tulisan-tulisan Budiman seputar teologi dan pluralisme merupakan plagiat. Saya malah sempat mengatakan pada seorang kawan yang juga konsen dengan masalah teologi dan pluralisme bahwa tulisan-tulisan Budiman di Lampung Post itu sangat bagus. Budiman terhitung yang masih terus mengkampanyekan isu-isu teologi dan pluralisme yang humanis dan membebaskan, sementara yang lain sudah tiarap dan jenuh.

Tapi saya kecewa tatakala seorang kawan mengirim pesan singkat ke HP saya. Bunyinya: tulisan Budiman “Teologi Kiamat dan Film 2012” di Lampung Post (24/11/2009) nyatut tulisan Luthfi Assyaukanie “2012 dan Teologi Kiamat” (18/11/2009) di situs www.Islamlib.com.

Tentu saja saya harus periksa dan membaca kedua tulisan itu baru bisa menyimpulkan. Ternyata,setelah membaca berkali-kali saya tertegun karena tak percaya. Budiman ternyata tidak hanya nyatut tulisan Luthfi Asyaukanie tapi mencuri. Proses mencuri yang dilakukan itu lebih akrab kalau disebut plagiat. Dan kita tahu, berkali-kali Lampung Post menurunkan tulisan plagiat.

Budiman mencuri dengan sangat bodoh. Semua kata-kata dan kalimat Luthfi diambil begitu saja. Hanya saja judulnya sengaja dibalik sehingga terkesan provokatif. Simak misalnya kalimat pembuka yang digunakan Luthfi Assyaukanie: “Film 2012 yang tengah beredar di bioskop-bioskop dunia adalah film fiksi ilmiah. Ia bukan film teologi atau film tentang agama. Film 2012 mendapat sambutan yang sangat meriah bukan semata karena film itu terkait dengan isu hari kiamat yang diramalkan bakal terjadi pada 2012, tapi karena ia adalah sebuah film bagus yang penuh dengan adegan memukau. Ada banyak film tentang hari kiamat (doomsday) tapi tak banyak yang mendapat perhatian sebesar 2012”.

Bandingkan kalimat itu dengan kalimat pembuka tulisan Budiman: “Film 2012 yang tengah beredar di bioskop-bioskop dunia adalah film fiksi ilmiah (science fiction). Ia bukan film teologi atau film tentang agama. Film 2012 mendapat sambutan yang sangat meriah bukan semata karena film itu terkait dengan isu hari kiamat yang diramalkan bakal terjadi pada 2012, melainkan karena ia adalah sebuah film bagus yang penuh dengan adegan memukau. Ada banyak film tentang hari kiamat (the doomsday), tapi tak banyak yang mendapat perhatian sebesar film 2012”.

Jadi, kalau mau gagah-gagahan, tulisan Budiman itu lebih pas kalau dikatakan “Teologi Plagiat” ketimbang “Teologi Kiamat”. Disebut “teologi plagiat” karena tulisan itu menyebarkan ajaran tuhan tentang mencuri, yakni mencuri tulisan orang lain. Budiman bisa dikutuk Gereja karena dengan berani mencuri milik orang lain untuk dijadikan milik sendiri.

Dosa seorang teolog yang plagiat sama dosanya dengan seorang imam yang mencuri. Plagiat itu dari sisi teologi sama dengan maling, tapi yang membedakannya mungkin hukuman. Kalau maling materi orang lain bisa dipenjara, maling materi tulisan orang lain tidak dipenjara. Maka banyak sekali yang plagiat karena tidak bakal dihukum, tidak bakal masuk bui.

Ayo, siapa lagi yang mau plagiat? Bukankah hukumannya hanya berupa sangsi moral yang sebentar?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar